WASPADALAH ! Hidup di dunia ini Jangan CEROBOH dan
GEGABAH Sadarilah dirimu Bukan yang HAQQ Dan Yang HAQQ bukan dirimu,krn Puncak
ilmu yg SEMPURNA sprt API BERKOBAR Hanya BARA & NYALANYA,Ketauilah wujud sblm
api MENYALA Dan sesudah api PADAM Krn serba diliputi RAHASIA.Jgn tinggikan diri
melampaui UKURAN,Berlindunglah semata kpd-Nya,KETAHUILAH,Rumah sbnrnya JASAD
ialah RUH.
Mendapat
Karomah dengan jalan Mujahadah dan Riyadhoh yang tinggi dalam menjalankan
pengetahuan tasawuf hingga mencapai Ma'rifat kepada Allah.
Hubungan para wali dengan Allah sudah sangat harmonis sehingga segala kelakuan mereka dalam ketentuan Allah tanpa ada pengaruh syaitan, hawa Nafsu dan keduniaan. Banyak kita temui Karomah para wali dijagat raya ini yang diluar kemampuan akal dan fisik manusia biasa untuk membuktikan keagungan dan kebenaran Allah.
" Ingatlah,sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati (yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa " (QS. Yunus:62-63)
Hubungan para wali dengan Allah sudah sangat harmonis sehingga segala kelakuan mereka dalam ketentuan Allah tanpa ada pengaruh syaitan, hawa Nafsu dan keduniaan. Banyak kita temui Karomah para wali dijagat raya ini yang diluar kemampuan akal dan fisik manusia biasa untuk membuktikan keagungan dan kebenaran Allah.
" Ingatlah,sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati (yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa " (QS. Yunus:62-63)
Sesungguhnya
Allah memerintahkan HambaNya untuk mencari kelebihannya, salah satunya adalah
dekat mendekatkan diri padanya melalui hati sanubari (ma’rifat), sebagaimana
ayat-ayat dibawah ini :
" Dan mohonlah kepada Allah sebagian dari kelebihanNya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu " (QS. Annisa:32).
" Dia akan memberi pada tiap-tiap orang yang mempunyai kelebihan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut akan ditimpa siksa hari qiamat " (QS. Huud:2).
" Dan mohonlah kepada Allah sebagian dari kelebihanNya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu " (QS. Annisa:32).
" Dia akan memberi pada tiap-tiap orang yang mempunyai kelebihan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut akan ditimpa siksa hari qiamat " (QS. Huud:2).
Memperoleh
Kelebihan Allah
1. Wahbi atau Ladunni
Yaitu kelebihan Allah yang diperoleh dengan jalan wahyu atau ilham tanpa ada usaha, mudah dan cepat mendapatkannya karena langsung dari Allah. Seperti, para Rasul dengan wahyu, Nabi dengan ilham.
2. Kasbi atau Ikhtiyari
Yaitu kelebihan Allah yang diperoleh dengan usaha yang keras, sulit mendapatkannya dan dalam waktu yang relatif lama. Seperti, kelebihan orang shalih yang diperoleh dengan istiqomah beribadah atau menjalankan tasauf dengan Mujahadah dan Riyadhoh yang tinggi.Setiap manusia dapat memperoleh kelebihan yang Allah sediakan untuknya asalkan mereka mampu menjalannya dengan baik dan hati yang bersih atau Allah memberikan langsung dengan mudah tanpa usaha melalui wahyu atau ilham.
1. Wahbi atau Ladunni
Yaitu kelebihan Allah yang diperoleh dengan jalan wahyu atau ilham tanpa ada usaha, mudah dan cepat mendapatkannya karena langsung dari Allah. Seperti, para Rasul dengan wahyu, Nabi dengan ilham.
2. Kasbi atau Ikhtiyari
Yaitu kelebihan Allah yang diperoleh dengan usaha yang keras, sulit mendapatkannya dan dalam waktu yang relatif lama. Seperti, kelebihan orang shalih yang diperoleh dengan istiqomah beribadah atau menjalankan tasauf dengan Mujahadah dan Riyadhoh yang tinggi.Setiap manusia dapat memperoleh kelebihan yang Allah sediakan untuknya asalkan mereka mampu menjalannya dengan baik dan hati yang bersih atau Allah memberikan langsung dengan mudah tanpa usaha melalui wahyu atau ilham.
Ma’rifat
dalam Pandangan Al-Qur’an dan Hadits
Dari uraian diatas telah dijelaskan bahwa ma’rifat adalah pengetahuan tentang rahasia-rahasia dari Tuhan yang diberikan kepada HambaNya melalui pancaran CahayaNya (Tuhan) ke dalam hati seorang Sufi. Dengan demikian Ma’rifat berhubungan dengan Nur (Cahaya Tuhan). Di dalam Al-Qur’an dijumpai tidak kurang dari 43 kali kata Nur di ulang dan sebagian besar dihubungkan dengan Allah. Salah satunya ayat di bawah ini :
”Dan barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun. (QS. Al-Nur 24 : 40)
Dari uraian diatas telah dijelaskan bahwa ma’rifat adalah pengetahuan tentang rahasia-rahasia dari Tuhan yang diberikan kepada HambaNya melalui pancaran CahayaNya (Tuhan) ke dalam hati seorang Sufi. Dengan demikian Ma’rifat berhubungan dengan Nur (Cahaya Tuhan). Di dalam Al-Qur’an dijumpai tidak kurang dari 43 kali kata Nur di ulang dan sebagian besar dihubungkan dengan Allah. Salah satunya ayat di bawah ini :
”Dan barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun. (QS. Al-Nur 24 : 40)
Ibnu
Qoyyim dalam kitab Al Fawaid hal 29, mengatakan: “Allah mengajak hamba-Nya
untuk mengenal diri-Nya di dalam Al Qur’an dengan dua cara yaitu pertama,
melihat segala perbuatan Allah dan yang kedua, melihat dan merenungi serta
menggali tanda-tanda kebesaran Allah” seperti dalam firman-Nya: “Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian siang dan malam terdapat
(tanda-tanda kebesaran Allah) bagi orang-orang yang memiliki akal.” (QS. Ali
Imran: 190)
Tuhan sangat dekat bahkan lebih dekat dari rasa dekat. Demikian salah
satu petuah bijak dari langit. Kedekatan rasa dengan Tuhan ini bisa
dicapai manakala kita berjalan mentaati anjuranNya; berbuat baik,
membantu yang membutuhkan, memberi manfaat pada dunia dan tidak merusak
tatanan dan hukum alam semesta.
Rasa yang dekat dengan Tuhan, itulah yang sesungguhnya dicari dalam
setiap pergerakan makhluk hidup, termasuk manusia. Beruntunglah kita,
manusia biasa yang memiliki otak untuk berpikir tentang hakekat
kedekatan ini. Makluk hidup yang lain tidak mampu melongok apa arti dan
hakekat kedekatan dengan Tuhan. Bagi mereka, kedekatan sama artinya
dengan hidup itu sendiri. Itu sebabnya, mereka tidak mengenal surga atau
neraka dan tidak perlu diadili di akhirat.
Manusia? Ya jelas harus dekat dengan Tuhan. Apabila tidak, maka
bersiaplah untuk terlempar ke dalam dunia yang tanpa petunjuk. Hidup
yang tanpa arah dan tujuan yang jelas dunia dan akhirat, adalah sebuah
kehidupan yang getir, pahit dan meranggas. Namun ada pula manusia yang
beranggapan bahwa mendekati Tuhan sama artinya dengan menjauhi
kebebasan. Kebebasan, kata mereka, adalah sebuah situasi dimana manusia
bisa berkreasi mengukir hidupnya tanpa harus dibatasi oleh petunjuk dan
aturan Tuhan. Sayangnya, ini akan membuat manusia terjebak dalam
dogmatisme yang kaku dan buta, yang tentu saja jauh dari garis edar
Tuhan.
Sayangnya, kelompok manusia yang seperti ini kurang lanjut dan
panjang dalam memaknai kebebasan. Kebebasan yang sejati sesungguhnya
adalah sebuah ketaatan untuk berjuang menegakkan hukum dan garis Tuhan
di alam semesta. Kebebasan yang mutlak bisa dicapai bila kita berjalan
di jalan yang abadi dan mutlak pula. Bila kita masih mengandalkan tapak
kaki di jalan yang sementara-sementara, di terminal-terminal spiritual
yang tidak sampai ke hakekat kebebasan sejati, maka kita harus bersiap
untuk memasuki hidup yang gelap dan bengis.
Manusia yang dekat dengan Tuhan berarti mereka sadar bahwa hidup
adalah perjalanan menuju keabadian. Boleh disebut, hidup di dunia ini
hanya satu titik dari garis panjang perjalanan hidup menempuh satu
planet ke planet yang jauhnya tidak bisa diukur. Berapa panjang hidup
manusia sesungguhnya? Tidak ada yang mengerti kecuali Tuhan yang serba
mengetahui semua rahasia.
Dekatnya kita dengan Tuhan bukanlah kedekatan yang bisa diukur dengan
menggunakan penggaris. Kedekatan itu bukanlah diukur dengan satuan
ukuran fisika, mili, centi, meter, kilometer dan seterusnya. Kedekatan
adalah sebuah penghayatan bahwa kita ini sedang bercengkrama, selalu
berkomunikasi di setiap detak jantung dan berada di “pelukan” Tuhan.
Rasanya? Setiap individu akan mengalami rasa yang berbeda-beda bila
dekat dengan Tuhan. Lidah kita akan mengatakan manis saat merasakan
permen, namun sensasi selanjutnya dari manisnya permen tentu
berbeda-beda pula komentarnya.
Bagaimana cara bila ingin dekat dengan Tuhan? Tidak ada hal yang
lebih mudah untuk mendekati Tuhan. Lebih mudah dari membalik telapak
tangan kita. Sebab kedekatanNya tiada berjarak dengan pengetahuan kita.
Di tingkat syariat: kedekatan itu masih perlu dipikirkan. Di tingkat
hakekat: kedekatan masih perlu didzikirkan. Di tingkat makrifat:
kedekatan hanyalah dialami dan tidak perlu dipikirkan dan didzikirkan
lagi. Aku adalah Aku!
SYARIAT,TAREKAT, HAKIKAT,MA’RIFAT
Pemahaman yang beredar dalam khasanah sufistik, tasawuf atau
mistik Islam bahwa perjalanan spiritual itu dimulai dari menjalankan
syariat, memasuki jalan suluk tarekat dengan berdzikir, kemudian berolah
pikir di aras hakekat, hingga berujung pada mengenal Tuhan setelah
bermakrifat/ bertemu dengan-Nya.
Mohon maaf bila pemahaman tersebut perlu didekonstruksi dan
didiskusikan ulang. Sebab keyakinan kita atas hal itu bisa jadi salah.
Menurut saya, proses bahwa perjalanan spiritual itu justeru tidak
dimulai dari syari’at, tarekat, hakikat, hingga ma’rifat. Namun lihatlah
perjalanan spiritual Nabi Muhammad SAW, teladan umat muslim justeru
yang terjadi adalah kebalikannya:
Perjalanan spiritual justeru dimulai dari MA’RIFAT, TAREKAT, HAKIKAT dan akhirnya sampai pada SYARIAT.
MAKRIFAT adalah bertemu dan mencairnya kebenaran yang hakiki: yang
disimbolkan saat Muhammad SAW bertemu Jibril, HAKIKAT saat dia mencoba
untuk merenungkan berbagai perintah untuk IQRA, TAREKAT saat Muhammad
SAW berjuang untuk menegakkan jalanNya dan SYARIAT adalah saat Muhammad
SAW mendapat perintah untuk sholat saat Isra Mikraj yang merupakan
puncak pendakian tertinggi yang harus dilaksanakan oleh umat muslim.
Itulah sebabnya, SYARIAT SHOLAT ADALAH PUNCAK PENDAKIAN SPIRITUAL
yang terkadang justeru dilalaikan oleh kaum sufi dan para ahli
spiritual. Padahal, Nabi MUHAMMAD SAW memberi tuntunan tidak seperti
itu.
SHOLAT adalah komunikasi tertinggi serta pertemuan antara TUHAN dan
MANUSIA. Sholat juga merupakan PERTEMUAN TITIK MODULASI DIMENSI YANG
LAHIR DAN BATIN ANTARA TUHAN YANG MAHA LAHIR DAN MAHA BATIN dengan
manusia yang merupakan makhluk satu-satunya yang memiliki SDM untuk
mempertemukan titik temu dari dua dimensi tersebut dalam dirinya.
TITIK TEMU itu terletak pada KESADARAN. NAH, Bagaimana penjelasan
tentang PERJUMPAAN TUHAN dengan MANUSIA? Monggo KITA sholat dengan
khusyuk. CARI TITIK PALING HENING dan NIKMATILAH WAJAH TUHAN DAN
BERMESRAANLAH DENGAN DIA, YANG MAHA TERKASIH.
MA’RIFAT, HAKIKAT, TAREKAT DIAKSES dengan alat epistemologis
PANCAINDERA AKAL-RASA-BUDI dan akhirnya PENDAKIAN SPIRITUAL sampai pada
SYARIAT, yaitu DIAKSES DENGAN SEMUA ALAT EPISTEMOLOGIS MANUSIA:
PANCAINDERA, AKAL, RASA, BUDI dan ini yang special yaitu HIDAYAH WAHYU
untuk kemudian dimanifestasikan dalam PERILAKU…
Itu sebabnya, bila Sholatnya bagus maka PERILAKU PASTI BAIK, SEHINGGA
DARI PERILAKULAH KITA BISA MENAKAR APAKAH SESEORANG ITU SUDAH
BERMANUNGGAL DENGAN TUHAN. PERILAKU adalah ibadah yang menjadi SYAHADAT
manusia yang sudah mencapai taraf INSAN KAMIL, yaitu bermanunggalnya
makrokosmos dengan mikrokosmos, jagad alit dan jagad gede, manunggaling
kawulo kelawan gusti.
Dalam makna syariat
menuju Illahi, umat Islam sering terjebak dalam pengertian sempit
sehingga tak jarang kehilangan substansinya. Dan akibatnya, mereka hanya
melakukan ibadah seremonial dan tidak mendapatkan sesuatu yang berharga
yakni pembuka jalan menuju “kebenaran syariat”.
Sikap terhadap shalat
misalnya, betapa banyak nilai penghayatan dan kekhusyu’an yang
terabaikan. Shalat bukan lagi sebagai kebutuhan dialog dan memohon
petunjuk tetapi telah berubah sebagai kewajiban yang harus dipenuhi
dengan berbagai macam larangan dan ancaman yang mengerikan. Sehingga
terasa sekali muncul ketidaknyamanan dalam setiap melakukan syariat
Islam. Hal ini tidak ubahnya tawanan perang yang harus memenuhi
kewajiban membayar upeti seraya terbayang betapa kejamnya sang penguasa.
Belum lagi dalam
melaksanakan petunjuk Al Qur’an yang terasa dikejar target syarat sahnya
syariat selain hitung-hitungan amal, dan jarang mengarah pada pemahaman
akan fungsi syariat itu sendiri. Setiap syariat (aturan Allah)
merupakan jalan dengan segala rambu-rambunya menuju hikmah yang
dikandung di dalam teks dan praktek secara sempurna, serta pembuka tabir
dibalik “firman”.
Syariat bukan hanya
untuk dibaca dan disucikan tanpa menyentuh isi tujuan yang dibaca,
seperti tercantum dalam surat Al Alaq 1-5 : “Bacalah dengan nama Tuhanmu
yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari ‘alaq. Bacalah !
dan Tuhanmu yang paling pemurah. Yang telah mengajar manusia dengan
perantara kalam. Dia telah mengajarkan manusia apa yang tidak
diketahuinya”.
Memang, Al Qur’an
adalah firman Allah yang disucikan sehingga memegangpun harus suci dari
hadast, namun hal ini bukan berarti haram bagi manusia untuk memahami
sesuai dengan kadar pemikiran dan pemahamannya. Sebab Al Qur’an itu
diturunkan sebagai petunjuk manusia dan semesta alam.
bagus ... untuk menambah pencerahan, semoga menjadi amal panjenengan dan kel.... amin
BalasHapusmaaf saudaraku ... ada benarnya juga yg anda kemukakan, mungkin benar juga dimulai dengan hakikat. tapi perlu digaris bawahi, itu untuk kasus Rossulullah, lah kalau umat islam yang sekarang ini memulai mempelajari islam dari hakikat apa malah ngak menyebabkan kesalah faham'an "ini kalau menurut pendapat saya loh"
BalasHapustapi mungkin pendapat saudara admin bisa sangat bener karena bagi para muallaf .. terkadang mereka memulai dari hakikat " mereka mengetahui kebenaran ALLAH, baru mereka melakukan syariat "
kesimpulan pendapat saya sih setiap orang pasti berbeda2 pengejawantahanya, tapi akan lebih bijak jika kita menemukan Allah dalam bingkai Syariat ... makasih mohon maaf jika ada kata2 yang salah,saya masih dalam tahap belajar :) ...
betul apa kata Mas Jolang. kita yang manusia biasa tidak bisa disejajarkan dg Asal usul Nabi Muhammad SAW. jadi setiap manusia bisa berbeda-beda pelaksanaannya.
BalasHapussangat bermanfaat sekali,,
BalasHapusDirikanlah Sholat, sesungguhnya Sholat mencegah perbuatan keji dan mungkar. Dan Karena Sholat adalah tiang Agam Islam.
BalasHapushanya mau nambah masukan bro..
BalasHapusbahwa kalau dalam Tasawuf ada imam mazhab nya sendri yaitu Imam Al-Ghazali dan Imam Al-junayd Albakdadi..
kalau imam Al-Gazali itu di mulai dari Luar yaitu dari syariat contohnya Sholat..
sedangkan kalau Imam Al-Junayd Al-Bakdadi di bangun dari Dalam yaitu di tanamkan Hakikat ter;ebih dahulu dalam hati sseorang,baru balik lagi kebawah .. :)
mohon maaf atas kata" yg salah :)
SIIIIIIIP
BalasHapuskalau di mulai dari makrifat-hakikat-tarekat-syariat gi mana caranya mas bro
BalasHapusmohon penjelasan dan pencerahannya...?
red: seperti ajaran syeh siti jenar (maaf bila salah)