Kamis, 16 Februari 2012

SYARIAT,TAREKAT, HAKIKAT,MA’RIFAT

WASPADALAH ! Hidup di dunia ini Jangan CEROBOH dan GEGABAH Sadarilah dirimu Bukan yang HAQQ Dan Yang HAQQ bukan dirimu,krn Puncak ilmu yg SEMPURNA sprt API BERKOBAR Hanya BARA & NYALANYA,Ketauilah wujud sblm api MENYALA Dan sesudah api PADAM Krn serba diliputi RAHASIA.Jgn tinggikan diri melampaui UKURAN,Berlindunglah semata kpd-Nya,KETAHUILAH,Rumah sbnrnya JASAD ialah RUH.
Mendapat Karomah dengan jalan Mujahadah dan Riyadhoh yang tinggi dalam menjalankan pengetahuan tasawuf hingga mencapai Ma'rifat kepada Allah.
Hubungan para wali dengan Allah sudah sangat harmonis sehingga segala kelakuan mereka dalam ketentuan Allah tanpa ada pengaruh syaitan, hawa Nafsu dan keduniaan. Banyak kita temui Karomah para wali dijagat raya ini yang diluar kemampuan akal dan fisik manusia biasa untuk membuktikan keagungan dan kebenaran Allah.
" Ingatlah,sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati (yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa " (QS. Yunus:62-63)
 Sesungguhnya Allah memerintahkan HambaNya untuk mencari kelebihannya, salah satunya adalah dekat mendekatkan diri padanya melalui hati sanubari (ma’rifat), sebagaimana ayat-ayat dibawah ini :
" Dan mohonlah kepada Allah sebagian dari kelebihanNya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu " (QS. Annisa:32).
" Dia akan memberi pada tiap-tiap orang yang mempunyai kelebihan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut akan ditimpa siksa hari qiamat " (QS. Huud:2).
Memperoleh Kelebihan Allah
1. Wahbi atau Ladunni
Yaitu kelebihan Allah yang diperoleh dengan jalan wahyu atau ilham tanpa ada usaha, mudah dan cepat mendapatkannya karena langsung dari Allah. Seperti, para Rasul dengan wahyu, Nabi dengan ilham.
2. Kasbi atau Ikhtiyari
Yaitu kelebihan Allah yang diperoleh dengan usaha yang keras, sulit mendapatkannya dan dalam waktu yang relatif lama. Seperti, kelebihan orang shalih yang diperoleh dengan istiqomah beribadah atau menjalankan tasauf dengan Mujahadah dan Riyadhoh yang tinggi.Setiap manusia dapat memperoleh kelebihan yang Allah sediakan untuknya asalkan mereka mampu menjalannya dengan baik dan hati yang bersih atau Allah memberikan langsung dengan mudah tanpa usaha melalui wahyu atau ilham. 
 Ma’rifat dalam Pandangan Al-Qur’an dan Hadits
Dari uraian diatas telah dijelaskan bahwa ma’rifat adalah pengetahuan tentang rahasia-rahasia dari Tuhan yang diberikan kepada HambaNya melalui pancaran CahayaNya (Tuhan) ke dalam hati seorang Sufi. Dengan demikian Ma’rifat berhubungan dengan Nur (Cahaya Tuhan). Di dalam Al-Qur’an dijumpai tidak kurang dari 43 kali kata Nur di ulang dan sebagian besar dihubungkan dengan Allah. Salah satunya ayat di bawah ini :
”Dan barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun. (QS. Al-Nur 24 : 40)
 Ibnu Qoyyim dalam kitab Al Fawaid hal 29, mengatakan: “Allah mengajak hamba-Nya untuk mengenal diri-Nya di dalam Al Qur’an dengan dua cara yaitu pertama, melihat segala perbuatan Allah dan yang kedua, melihat dan merenungi serta menggali tanda-tanda kebesaran Allah” seperti dalam firman-Nya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian siang dan malam terdapat (tanda-tanda kebesaran Allah) bagi orang-orang yang memiliki akal.” (QS. Ali Imran: 190)
 
Tuhan sangat dekat bahkan lebih dekat dari rasa dekat. Demikian salah satu petuah bijak dari langit. Kedekatan rasa dengan Tuhan ini bisa dicapai manakala kita berjalan mentaati anjuranNya; berbuat baik, membantu yang membutuhkan, memberi manfaat pada dunia dan tidak merusak tatanan dan hukum alam semesta.
Rasa yang dekat dengan Tuhan, itulah yang sesungguhnya dicari dalam setiap pergerakan makhluk hidup, termasuk manusia. Beruntunglah kita, manusia biasa yang memiliki otak untuk berpikir tentang hakekat kedekatan ini. Makluk hidup yang lain tidak mampu melongok apa arti dan hakekat kedekatan dengan Tuhan. Bagi mereka, kedekatan sama artinya dengan hidup itu sendiri. Itu sebabnya, mereka tidak mengenal surga atau neraka dan tidak perlu diadili di akhirat.
Manusia? Ya jelas harus dekat dengan Tuhan. Apabila tidak, maka bersiaplah untuk terlempar ke dalam dunia yang tanpa petunjuk. Hidup yang tanpa arah dan tujuan yang jelas dunia dan akhirat, adalah sebuah kehidupan yang getir, pahit dan meranggas. Namun ada pula manusia yang beranggapan bahwa mendekati Tuhan sama artinya dengan menjauhi kebebasan. Kebebasan, kata mereka, adalah sebuah situasi dimana manusia bisa berkreasi mengukir hidupnya tanpa harus dibatasi oleh petunjuk dan aturan Tuhan. Sayangnya, ini akan membuat manusia terjebak dalam dogmatisme yang kaku dan buta, yang tentu saja jauh dari garis edar Tuhan.
Sayangnya, kelompok manusia yang seperti ini kurang lanjut dan panjang dalam memaknai kebebasan. Kebebasan yang sejati sesungguhnya adalah sebuah ketaatan untuk berjuang menegakkan hukum dan garis Tuhan di alam semesta. Kebebasan yang mutlak bisa dicapai bila kita berjalan di jalan yang abadi dan mutlak pula. Bila kita masih mengandalkan tapak kaki di jalan yang sementara-sementara, di terminal-terminal spiritual yang tidak sampai ke hakekat kebebasan sejati, maka kita harus bersiap untuk memasuki hidup yang gelap dan bengis.
Manusia yang dekat dengan Tuhan berarti mereka sadar bahwa hidup adalah perjalanan menuju keabadian. Boleh disebut, hidup di dunia ini hanya satu titik dari garis panjang perjalanan hidup menempuh satu planet ke planet yang jauhnya tidak bisa diukur. Berapa panjang hidup manusia sesungguhnya? Tidak ada yang mengerti kecuali Tuhan yang serba mengetahui semua rahasia.
Dekatnya kita dengan Tuhan bukanlah kedekatan yang bisa diukur dengan menggunakan penggaris. Kedekatan itu bukanlah diukur dengan satuan ukuran fisika, mili, centi, meter, kilometer dan seterusnya. Kedekatan adalah sebuah penghayatan bahwa kita ini sedang bercengkrama, selalu berkomunikasi di setiap detak jantung dan berada di “pelukan” Tuhan. Rasanya? Setiap individu akan mengalami rasa yang berbeda-beda bila dekat dengan Tuhan. Lidah kita akan mengatakan manis saat merasakan permen, namun sensasi selanjutnya dari manisnya permen tentu berbeda-beda pula komentarnya.
Bagaimana cara bila ingin dekat dengan Tuhan? Tidak ada hal yang lebih mudah untuk mendekati Tuhan. Lebih mudah dari membalik telapak tangan kita. Sebab kedekatanNya tiada berjarak dengan pengetahuan kita. Di tingkat syariat: kedekatan itu masih perlu dipikirkan. Di tingkat hakekat: kedekatan masih perlu didzikirkan. Di tingkat makrifat: kedekatan hanyalah dialami dan tidak perlu dipikirkan dan didzikirkan lagi. Aku adalah Aku!
 SYARIAT,TAREKAT, HAKIKAT,MA’RIFAT
Pemahaman yang beredar dalam khasanah sufistik, tasawuf atau mistik Islam bahwa perjalanan spiritual itu dimulai dari menjalankan syariat, memasuki jalan suluk tarekat dengan berdzikir, kemudian berolah pikir di aras hakekat, hingga berujung pada mengenal Tuhan setelah bermakrifat/ bertemu dengan-Nya.
Mohon maaf bila pemahaman tersebut perlu didekonstruksi dan didiskusikan ulang. Sebab keyakinan kita atas hal itu bisa jadi salah.
Menurut saya, proses bahwa perjalanan spiritual itu justeru tidak dimulai dari syari’at, tarekat, hakikat, hingga ma’rifat. Namun lihatlah perjalanan spiritual Nabi Muhammad SAW, teladan umat muslim justeru yang terjadi adalah kebalikannya:
Perjalanan spiritual justeru dimulai dari MA’RIFAT, TAREKAT, HAKIKAT dan akhirnya sampai pada SYARIAT.
MAKRIFAT adalah bertemu dan mencairnya kebenaran yang hakiki: yang disimbolkan saat Muhammad SAW bertemu Jibril, HAKIKAT saat dia mencoba untuk merenungkan berbagai perintah untuk IQRA, TAREKAT saat Muhammad SAW berjuang untuk menegakkan jalanNya dan SYARIAT adalah saat Muhammad SAW mendapat perintah untuk sholat saat Isra Mikraj yang merupakan puncak pendakian tertinggi yang harus dilaksanakan oleh umat muslim.
Itulah sebabnya, SYARIAT SHOLAT ADALAH PUNCAK PENDAKIAN SPIRITUAL yang terkadang justeru dilalaikan oleh kaum sufi dan para ahli spiritual. Padahal, Nabi MUHAMMAD SAW memberi tuntunan tidak seperti itu.
SHOLAT adalah komunikasi tertinggi serta pertemuan antara TUHAN dan MANUSIA. Sholat juga merupakan PERTEMUAN TITIK MODULASI DIMENSI YANG LAHIR DAN BATIN ANTARA TUHAN YANG MAHA LAHIR DAN MAHA BATIN dengan manusia yang merupakan makhluk satu-satunya yang memiliki SDM untuk mempertemukan titik temu dari dua dimensi tersebut dalam dirinya.
TITIK TEMU itu terletak pada KESADARAN. NAH, Bagaimana penjelasan tentang PERJUMPAAN TUHAN dengan MANUSIA? Monggo KITA sholat dengan khusyuk. CARI TITIK PALING HENING dan NIKMATILAH WAJAH TUHAN DAN BERMESRAANLAH DENGAN DIA, YANG MAHA TERKASIH.
MA’RIFAT, HAKIKAT, TAREKAT DIAKSES dengan alat epistemologis PANCAINDERA AKAL-RASA-BUDI dan akhirnya PENDAKIAN SPIRITUAL sampai pada SYARIAT, yaitu DIAKSES DENGAN SEMUA ALAT EPISTEMOLOGIS MANUSIA: PANCAINDERA, AKAL, RASA, BUDI dan ini yang special yaitu HIDAYAH WAHYU untuk kemudian dimanifestasikan dalam PERILAKU…
Itu sebabnya, bila Sholatnya bagus maka PERILAKU PASTI BAIK, SEHINGGA DARI PERILAKULAH KITA BISA MENAKAR APAKAH SESEORANG ITU SUDAH BERMANUNGGAL DENGAN TUHAN. PERILAKU adalah ibadah yang menjadi SYAHADAT manusia yang sudah mencapai taraf INSAN KAMIL, yaitu bermanunggalnya makrokosmos dengan mikrokosmos, jagad alit dan jagad gede, manunggaling kawulo kelawan gusti.
Dalam makna syariat menuju Illahi, umat Islam sering terjebak dalam pengertian sempit sehingga tak jarang kehilangan substansinya. Dan akibatnya, mereka hanya melakukan ibadah seremonial dan tidak mendapatkan sesuatu yang berharga yakni pembuka jalan menuju “kebenaran syariat”.
Sikap terhadap shalat misalnya, betapa banyak nilai penghayatan dan kekhusyu’an yang terabaikan. Shalat bukan lagi sebagai kebutuhan dialog dan memohon petunjuk tetapi telah berubah sebagai kewajiban yang harus dipenuhi dengan berbagai macam larangan dan ancaman yang mengerikan. Sehingga terasa sekali muncul ketidaknyamanan dalam setiap melakukan syariat Islam. Hal ini tidak ubahnya tawanan perang yang harus memenuhi kewajiban membayar upeti seraya terbayang betapa kejamnya sang penguasa.
Belum lagi dalam melaksanakan petunjuk Al Qur’an yang terasa dikejar target syarat sahnya syariat selain hitung-hitungan amal, dan jarang mengarah pada pemahaman akan fungsi syariat itu sendiri. Setiap syariat (aturan Allah) merupakan jalan dengan segala rambu-rambunya menuju hikmah yang dikandung di dalam teks dan praktek secara sempurna, serta pembuka tabir dibalik “firman”.
Syariat bukan hanya untuk dibaca dan disucikan tanpa menyentuh isi tujuan yang dibaca, seperti tercantum dalam surat Al Alaq 1-5 : “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari ‘alaq. Bacalah ! dan Tuhanmu yang paling pemurah. Yang telah mengajar manusia dengan perantara kalam. Dia telah mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya”.
Memang, Al Qur’an adalah firman Allah yang disucikan sehingga memegangpun harus suci dari hadast, namun hal ini bukan berarti haram bagi manusia untuk memahami sesuai dengan kadar pemikiran dan pemahamannya. Sebab Al Qur’an itu diturunkan sebagai petunjuk manusia dan semesta alam.

8 komentar:

  1. bagus ... untuk menambah pencerahan, semoga menjadi amal panjenengan dan kel.... amin

    BalasHapus
  2. maaf saudaraku ... ada benarnya juga yg anda kemukakan, mungkin benar juga dimulai dengan hakikat. tapi perlu digaris bawahi, itu untuk kasus Rossulullah, lah kalau umat islam yang sekarang ini memulai mempelajari islam dari hakikat apa malah ngak menyebabkan kesalah faham'an "ini kalau menurut pendapat saya loh"
    tapi mungkin pendapat saudara admin bisa sangat bener karena bagi para muallaf .. terkadang mereka memulai dari hakikat " mereka mengetahui kebenaran ALLAH, baru mereka melakukan syariat "

    kesimpulan pendapat saya sih setiap orang pasti berbeda2 pengejawantahanya, tapi akan lebih bijak jika kita menemukan Allah dalam bingkai Syariat ... makasih mohon maaf jika ada kata2 yang salah,saya masih dalam tahap belajar :) ...

    BalasHapus
  3. betul apa kata Mas Jolang. kita yang manusia biasa tidak bisa disejajarkan dg Asal usul Nabi Muhammad SAW. jadi setiap manusia bisa berbeda-beda pelaksanaannya.

    BalasHapus
  4. Dirikanlah Sholat, sesungguhnya Sholat mencegah perbuatan keji dan mungkar. Dan Karena Sholat adalah tiang Agam Islam.

    BalasHapus
  5. hanya mau nambah masukan bro..
    bahwa kalau dalam Tasawuf ada imam mazhab nya sendri yaitu Imam Al-Ghazali dan Imam Al-junayd Albakdadi..

    kalau imam Al-Gazali itu di mulai dari Luar yaitu dari syariat contohnya Sholat..
    sedangkan kalau Imam Al-Junayd Al-Bakdadi di bangun dari Dalam yaitu di tanamkan Hakikat ter;ebih dahulu dalam hati sseorang,baru balik lagi kebawah .. :)

    mohon maaf atas kata" yg salah :)

    BalasHapus
  6. kalau di mulai dari makrifat-hakikat-tarekat-syariat gi mana caranya mas bro
    mohon penjelasan dan pencerahannya...?
    red: seperti ajaran syeh siti jenar (maaf bila salah)

    BalasHapus